I. PENDAHULUAN
Pestisida merupakan bahan beracun yang sangat berbahaya
bagi kesehatan mahluk hidup dan lingkungannya.
Selain itu, pestisida bersifat polutan yang dapat menyebarkan radikal
bebas yang berbahaya bagi manusia.
Radikal bebas dari polutan dapat menyebabkan kerusakan pada organ tubuh
manusia, mutasi gen, dan gangguan susunan saraf pusat .
Pestisida yang disemprotkan pada tanaman akan meresap ke dalamsel-sel
tumbuhan di daun dan akar sehingga sangat berbahaya apabila termakan oleh
manusia. Karena itu, perlu dilakukan
upaya pengurangan penggunaan pestisida dengan cara mengendalikan organisme
pengganggu tanaman (OPT) secara alami menggunakan biopestisida (pestisida
organik) atau musuh alaminya.
Budidaya tanaman secara organik merupakan salah satu solusidi tengah
kecemasan masyarakat terhadap bahaya pestisida dan pencemaran lingkungan. Atas dasar kesehatan manusia dan kelestarian
lingkungan, pertanian organik muncul sebagai salah satu alternatif pertanian
modern dengan mengandalkan bahan alami dan menghindari bahan sintetik, baik
pupuk maupun pestisida sintetik.
Melalui
metode bertanam secara organik diharapkan dapat
menghasilkan pangan yang sehat
dan bebas residu pestisida sekaligus tidak menyebabkan pencemaran pada
lingkungan. Pangan sehat atau lebuh
diekenal dengan istil;ah pangan organik merupakan produk pertanian yang
diproduksi dan ditumbuhkan dari bahan-bahan organik. Pangan organik dihasilkan dari system
penanaman yang terbebas dari unsur-unsur
kimia, pupuk kimia maupun pestisida kimia.
Hasil
produksi pertanian organik lebih bermutu dibandingkan dengan hasil produksi
pertanian non-organik. Beberapa
kelebihan yang dimiliki oleh produk pertanian organik antara lain; rasa lebih
enak, tahan simpan lebih lama, warna lebih menarik, dan lebih menyehatkan
karena tidak mengandung bahan kimia.
Berdasarkan hasil
berbagai penelitiandiketahui bahwa konsentrasi metabolik pestisida pada
anak-anak yang mengonsumsi pangan non-organik lebih tinggi dibandingkan dengan
anak-anak yang mengonsumsipangan organik.
Selain itu, hasil pemeriksaan di laboratorium menunjukkan bahwa tanaman
dari hasil budidaya organik mengandung 58 % zat polifenoloid, yaitu zat yang
mengandung antioksidan yang berguna untuk mencegah penyakit kanker.
Produksi pangan organik
tidak hanya mengacu kepada proses produksinya, tetapi juga proses pengolahan
makanan tersebut. Produk pertanian yang
dihasilkan dari budidaya organik terbukti tidak mengandung racun. Saat ini, masyarakat lebih cenderung memilih
bahan-bahan pangan organik (organic food).
Pasalnya, adanya gerakan gaya hidup sehat “back to nature” mendorong
masyarakat untuk selektif memilih makanan yang sehat dan organik.
Salah satu keunggulan mengonsumsi pangan
organik, yaitu mencegah penyakit diabetes, jantung, obesitas, dan autis. Hal ini disebabkan karena pangan organik
banyak mengandung serat tinggi dan memiliki glycemic index yang rendah. Glycemic index (GI) merupakan ukuran
kecepatan makanan diserap oleh darah
menjadi gula darah. Semakin tinggi GI
suatu makanan, semakin besar efeknya terhadap kenaikan gula darah. Karena itu, pangan organik sangat cocok bagi
penderita diabetes melitus. Selain itu,
mengonsumsi pangan organik diduga mampu menstabilkan metabolisme dan memperbaiki
sel tubuh secara alami.
Pangan organik mengandung unsur magnesium,
serat, dan asam amino yang relative tinggi.
Unsur magnesium sangat baik bagi kesehatan kardiovaskuler
(jantung). Sementara itu, unsur serat
dapat mencegah sembelit, memperlancar pencernaan, serta memberikan rasa kenyang
dan tidak mudah lapar sehingga cocok untuk pola diet.
Berdasarkan hasil penelitian National Centre
of Organic Farming India (2009), selain aman dikonsumsi, produk organik
mempunyai beberapa kelebihan jika dibandingkan dengan produk non-organik
(konvensional). Ada tiga kelebihan
produk organik, yaitu :
1. Kandungan
zat antioksida lebih banyak, khususnya kandungan fenol dan asam salisilat.
2. Kandungan
vitamin C dan mineral lebih banyak, khususnya pada sayurandan buah.
II. PESTISIDA ORGANIK
Pestisida organik adalah pestisida yang bahan aktifnya berasal dari alam
baik dari mahluk hidup maupun dari bahan organik. Dengan demikian, pestisida organik terdiri
dari dua golongan, yaitu; pestisida organik yang bahan aktifnya berasal dari
mahluk hidup disebut biopestisida.
Sedangkan pestisida organik yang bahan aktifnya berasal dari bahan
organik (akar, batang, daun, dan/atau buah tanaman dan lain-lain) disebut
pestisida nabati.
A. Biopestisida
Biopestisida merupakan jenis pestisida yang
bahan aktifnya berasal dari mahluk hidup (mikroorganisme), seperti cendawan,
bakteri, nematoda, atau virus. Berbagai
mikroorganisme ini memiliki kemampuan setara dengan pestisida sintetik (kimia).
Biopestisida yang saat ini banyak
digunakan adalah jenis bio-insektisida
(mikroorganisme pengendali serangga) dan jenis bio-fungisida (mikroorganisme
pengendali penyakit tanaman yang disebabkan oleh cendawan). Jenis biopestisida seperti biobakterisida,
bionematisida, dan bioherbisida telah banyak diteliti tetapi belum banyak
diaplikasikan oleh petani.Beberapa jenis biopestisida sebagai berikut :
Bio-insektisida
merupakan biopestisida yang bahan aktifnya dari mikroorganisme yang digunakan
untuk mengendalikan hama dari golongan serangga. Mikroorganisme tersebut tidak menimbulkan gangguan
terhadap hewan dan tumbuhan karena jenis mikroorganisme yang digunakan sebagai bioinsektisida
umumnya mempunyai sifat yang spesifik, yaitu hanya menyerang serangga yang
menjadi sasaran dan tidak menyerang serangga lainnya.
Jenis
mikroorganisme yang digunakan sebagai bio-insektisida di antaranya cendawan
Beauveria sp., Metarrhizium sp., bakteri Bacillus thuringiensis, dan virus
SL-NPV (Spodoptera litura-Nuclea Polyhidrosis Virus). Mikroorganisme ini
memiliki efektivitas yang sama dengan pestisida kimia. Kelebihan lainnya adalah lebih ramah
lingkungan dan tidak menimbulkan residu berbahaya.
- 1.1. Bio-insektisida Berbahan Aktif Cendawan
Beauveria sp. Dan
Metarrhizium sp.
a.
Mengenal Beauveria bassiana
Beauveria bassiana merupakan salah satu jenis cendawan yang bersifatentomo-patogen. Artinya, cendawan ini dapat menimbulkan penyakit pada serangga sebagai bio-pestisida. Cara cendawan ini menginfeksi tubuh serangga dimulai dengan kontak inang, lalumasuk ke dalam tubuh inang (serangga) dan bereproduksi di dalam satu atau lebih jaringan inang.
Cendawan ini mengeluarkan nracun beauvericin yang berkembang dan menyerang seluruh jaringan tubuh serangga. Akibatnya, serangga yang terserang akan mati dengan tubuh seperti mummi dengan miselia atau jamur menutupi tubuhnya sehingga menjadi berwarna putih.
Serangga yang telah terinfeksi akan mengontaminasi lingkungan, baik dengan cara mengeluarkan spora menembus kutikula maupun melalui fesesnya yang telah terkontaminasi. Infeksi ini biasanya juga menyerang serangga yangmasih sehat. Keberhasilan bio-insektisida ini dipengaruh oleh suhu, kelembaban, dan sinar matahari.
Serangga yang menjadi inang Beauveria bassiana antara lain; hama walang sangit (Lepcorisa oratorius), wereng batang coklat (Nilaparvata lugens) pada tanaman padi, dan hama kutu (Aphis sp.) pada tanaman sayuran. Cendawan ini digolongkan ke dalam non-slektif pestisida sehingga sebaiknya tidak digunakan pada tanaman yang pembuahannya dibantu oleh serangga. Bio-insektisida ini diaplikasikan dengan metode penyemprotan.
b. Mengenal Metarrhizium anisopliae
Cendawan Metarrhizium merupakan jamur yang bersifat entomopatogen dan dapat dijadikan sebagai salah satu bio-insektisida, khususnya bagi hama jenis belalang dan kumbang penggerek.Metarrhizium anisopliae dapat menembus ke jaringan atau kultikula serangga. Menuruit Thomas Matthew B. (2007), mekanisme penetrasi Metarrhizium anisopliae pada kutikula serangga dapat digolongkan menjadi empat tahap sebagaiberikut :
- Kontak antara propagul cendawan dengan tubuhserangga.
- Proses penempelan dan perkecambahan propagul cendawan pada integumen serangga.
- Penetrasi dan invasi. Saat penetrasi menembusintegument, cendawan dapat membentuk tabung kecambah(appresorium). Titik penetrasi sangat dipengaruhi oleh konfigurasi morfologi integument. Penembusan dilakukan secaramekanis atau kimiawi dengan mengeluarkan enzim dan toksin
- Destruksi di titik penetrasi dan terbentuknyablastospora. Selain itu, spora akan beredarke dalam haemolymph dan membentuk hifa sekunder untuk menyerang jaringan lainnya. Karena itu, seluruh jaringan dan cairan tubuh serangga biasanya habis digunakan oleh cendawan sehingga serangga mati dengan tubuh yang mengeras.
Cendawan Metarrhizium anisopliae dapat hidup
dengan baik di daerah kering sehingga dapat mempermudah dalam pengaplikasian
yang dilakukan oleh petani guna membunuh serangga atau organisme antagonis.
Cendawan Beauveria sp., atau Metarrhizium sp.
diformulasikan dalam bentuk semi padat, cair, dan tepung. Beras dan jagung merupakan media formulasi
cendawan dalam bentuk semi padat.
Formulasi semi padat sebenarnya dapat dibuat
sendiri oleh petanidengan cara cukup praktis.
Cara Membuat Ramuan Bio-Insektisida dari
Beauveria sp.,atau Metarrhizium sp.
- Bahan-Bahan :
- Jagung pecah gilingatau beras sebanyak 10 -20kg,- Inokulum (starter) Beauveria sp. atau Metarrhiziumsp. sebanyak 1- cawan petri diameter 9 cm,- Kantong plastik tahan panasukuran 1 kg sebanyak1 kg,- Kapas secukupnya,- Alkohol 70 % secukupnya.
Cara Membuatnya :
· Cuci bersih dan rendam jagung atau beras selama 24 jam.
· Tiriskan jagung atau beras sampai kering, lalu kering anginkan.
· Masukkan 100 gram jagung atau beras ke dalam kantong plastic tahan panas. Padatkan dan rekatkan plastik dengan selotip
· Sterilisasikan kantong media tersebut dengan cara dikukudi dalamdandang atau autoklaf selama 1,50 jam (beras ataujagung terlalu matang.
· Setelah selesai, dinginkan media di dalam suhu kamar.
· Masukkan inokulum (starter) Beauveria sp. atau Metarrhizium sp.sebanyak 1/25 bagian dari biakan murni ke dalam kantong media yang telah dingin dengan menggunakan ujung sendok(spatula). Lakukan di depan lilin yang menyala atau di depanlampu Bunsen. Disarankan kegiatan inokulasi ini dilakukan ditempat yang bersih untuk menghindari terjadinya kontaminasi.
· Tutup rapat plastik dan simpan di dalam ruangan yang bersih.
· Setelah 7-14 hari miselia yang berwarna putih akan tumbuh. Hal ini menandakan Beauveria sp., atau Mitarrhizium sp. siap untukdiaplikasikan.
Cara Aplikasi :
1. Masukkan satu bungkus (100 gram) media jagung yang telahditumbuhi miselia Beauveria sp. atau Metarrhizium sp. ke dalam satu liter air. Setelah itu, cuci untuk melepas miselianya.2. Saring larutan tersebut untuk memisahkan miselia cendawandan jagung.3. Encerkan hasil saringan yang berisi miselia dan spora cendawan di dalam 14 liter air.4. Untuk pencegahan serangan hama, aplikasikan larutan miselia dan spora cendawan tersebut untuk tanaman sebanyak 1-2 kali per minggu pada sore hari5. Jika serangan hama cukup tinggi, aplikasi dapat dilakukan 3-4 kali per minggu.
1.2. Bio-insektisida Berbahan Aktif Bacillus thuringiensis
Bacillus thuringiensis ditemukan pertama kali pada 1911 sebagai patogen pada ngengat (flour moth)di ProvinsThuringia, Jerman. Bakteri ini digunakan sebagai produk.insektisida komersial pertama kali di Perancis (tahun 1938) dan Amerikia Serikat (1950). Pada tahun 1960-an, produk tersebut telah digantikan dengan galur bakteri yang lebih patogen dan efektif melawan berbagai jenis serangga Bacillus thuringiensis merupakan bakteri gram positif berbentuk batang yang tersebar di berbagai Negara. Bakteri ini termasuk patogen fakultatif dan dapat hidup di daun tanaman dan tanah. Jika kondisi tidak menguntungkan, bakteri ini akan membentuk sporulasi. Saat sporulasi, tubuhnya akan terdiri dari protein cry yang termasuk ke dalam protein Kristal kelas endotoksin delta. Serangga yang memakan toksin tersebut akan mati. Kelebihannya, protein cry mudah terurai sehingga tidak menumpuk dan mencemari lingkungan.
Pada lingkungan dengan kondisi yang baik dan nutrisi yang cukup. spora Bacillus thuringienisis dapat terus hidup dan melanjutkan pertumbuhan vegetatifnya. Bakteri ini dapat ditemukan di berbagai jenis tanaman, seperti sayuran, kapas, tembakau, dan tanaman hutan.Bakteri ini telah banyak diproduksi secara komersial dengan berbagai merek dagang dan formulasi, di antaranya Bactospeine SP, Bactospeine ULV, Bacilin WP, Costar OF, Cutlass WP, Dipel WP, Florbac FC, THuricide HP, Turex WP, dan Xentari WDG. Petani dapat membeli bio-insektisida disiap pakai tersebut di took-toko penjual bahan dan alat pertanian terdekat. Aplikasi bio-insektisida ini relative mudah , yaitu dengan menyemprotkan formulasi bakteri sesuai dengan konsentrasi yang disarankan pada kemasan.
Penyemprotan sebaiknya
dilakukan pada sore hari sebab bakteri tersebut sangat rentan terhadap sinar
matahari. Bakteri ini cukup efektif
untuk mengendalikan berbagai jenis hama dari golongan Lepidoptera, loleoptera, dan
hemiptera.
Mekanisme patogenitas Bacillus
thuringiensis, yaitu protein atau toksin cry biasanya dilepas mbersamaan dengan
spora ketika terjadi pemecahan dinding sel.
Apabila termakan oleh larva serangga, larva menjadi inaktif dan
cenderung mencari perlindungan di tempat tersembunyi (di bawah daun). Selain itu, aktivitas makannya terhenti,
muntah dan mengalami diare. Setelah satu
minggu, larva menjadi lembek dan mati.
1.3. Bio-insektisida
Berbahan Aktif dari Virus
Salah satu virus yang
berpotensi sebagai pengendali OPT, yaitu nuclear polyhidrosis virus (NPV) untuk
hama ulat grayak (Spodoptera litura) atau dikenal dengan istilah SL-NPV. Virus
SL-NPV tidak memberikan pengaruh apapun apabila diaplikasikan terhadap hama
ulat lainnya selain ulat Spodoptera litura.
Patogen ini memiliki
potensi yang cukup tinggi, mudah diperbanyak dengan biaya murah, serta mudah
diaplikasikan seperti pestisida kimiawi dan terbukti efektif sehingga
diharapkan dapat menggantikan pestisidakimiawi di masamendatang.
Teknik produksi NPV dilakukan
berdasarkan metode perbanyakan
menggunakan serangga inang.
Proses produsi NPV sebaiknya dilakukan di dalam ruangan terpisah antara
satu kegiatan dengan kegiatan lainnya, seperti pemeliharaan, penyimpanan, dan
perbanyakan. Tahapan kegiatan yang
dilakukan dalam pembuatan NPV yaitu pembiakan massal serangga inang, inokulasi,
dan panen larva mati, dan memformulasikan NPV.
Menurut Arifin (1999), tahapan perbanyakan
NPV adalah sebagai berikut :
1. Pembiakan Massal Serangga Inang
Pembiakan massal
serangga inang juga bertujuan untuk memproduksi polihedra. Tahapan pembiakan berikut ini :
·
Siapkan
larva hasil pembiakan di laboratorium atau hasil koleksi dari lapangan. Tempatkan di dalam kotak pemeliharaan (boks
plastik yang diberi ventilasi).
·
Berikan
pakan alami sesuai inangnya hingga menjelang prapupa. Pakan Spodoptera litura berupa daun kedelai,
daunt alas, dan daun ubi. Sementara itu,
pakan Spodoptera exigua berupa daun bawang.
Pakan Heliothis armigera berupa jagung muda. Selama instar I dan II, pakan sebaiknya
berupa dedaunan nyang berukuran lebar dan mengandung banyak air. Pada periode larva instar III dan IV,
pemberian pakan dilakukan secara intensif.
Pemberian pakan dilakukan tiga kali sehari, yaitu pada pagi, siang dan
malam hari.
·
Lakukan
pembersihan kandang setiap hari dari sisa-sisa makanan.
·
Menjelang
prapupa, pindahkan ulat ke dalam wadah
baru-kotak Yang disungkup kain kasa-yang telah diisi dengan campuran
serbuk gergajidan tanah untuk berkepompong.
·
Setelah
menjadi pupa, masukkan tanaman perangkap, seperti
kedelai atau kacang tunggak dalam pot sebagai tempat
peletakan telur
·
imagoSpodoptera
litura. Tempatkan larutan madu
secukupnya
sebagai pakan imago.
·
Setelah
bertelur, kumpulkan telur setiap harinya secara berkelompok dan masukkan ke
dalam wadah yang telah dipersiapkan untuk penetasan. Untuk imagi Spodoptera exigua, tambahkan
lapisan kertas di sisi-sisi boks untuk tempat meletakkan telur.
2. Inokulasi dan Panen Larva mati
·
Siapkan boks
plastic dengan ukuran 30 x 20 x 8 cm, berikan
ventilasi di bagian atasnya.
·
Masukkan
larva instar IV dan V yang akan dijasikan media
·
Perbanyakan virus
ke dalam boks dengan kepadatan 50-100 ekor
·
(sesuai kepadatan
ulat di dalam boks).
- Sebagai panduan awal, larutkan satu sendok (10 gram) NPV ke
·
dalam
satuliter air atau tempatkan ulat yang terinfesi NPV 40 ekor per satu liter
air.
·
Siapakan
pakan dengan cara mencelupkan atau mengolesi daun secara merata ke larutan yang
mengandung NPV. Kering anginkan pakan
larva.
·
Tempatkan
pakan selama 24 jam. Setelah itu, ganti
daun baru dan begitu seterusnya.
·
Pelihara
larva hingga mati. Tip agar panen virus
dapat optimal.
·
Lakukan pemanenan
sebelum larva mati atau baru mati.
3. Memformulasikan NPV
Formulasi NPV biasanya dalam bentuk tepung
Agropatogenitasnya tetap optimal.
Berikut cara
praktis membuat formulasi NPV:
·
Kumpulkan
ulat grayak yang terinfeksi virus ke dalam kantong
Larva (penyimpanan
dilakukan di dalam lemari pendingin).
·
Keluarkan
kantong larva lalu gerus dan tambahkan 2 ml air/larva.
·
Saring hasil
gerusan menggunakan kain halusdi atas labu Erlenmeyer. Penyaringan dilakukan sebanyak tiga kali
hingga diperoleh NPV-1.
·
Masukkan
larutan NPV-1 ke dalam alat sentrifuse.
Putar alat tersebut selama 30 menit dengan kecepatan 3.500 rpm. Hasilnya, larutan yang terbagi menjadi tiga
bagian yaitu air, lemak, dan endapan pellet.
·
Ambil
endapan pelet, lalu campurkan dengan air aquades dengan perbandingan 1 : 9 di
dalam Erlenmeyer atau tabung reaksi hingga diperoleh NPV-2
·
Masukkan
larutan NPV-2 kedalam cawan. Tambahkan
bubuk kaolin atau laktosum (100 gram per 1.500 ulat grayak kedelai atau 3.000 ekor
ulat bawang). Campurkan bubuk secara
bertahap hingga membentuk pasta.
·
Masukkan
pasta kedalam nampan plastik. Diamkan
dan kering anginkan selama 2-5 hari .
·
Setelah
kering, ambil dan gerus kerak pasta hingga membentuk tepung. Masukkan ke dalam kantong plastik (wadah) dan NPV siap diaplikasikan.
·
NPV
sebaiknya disimpan di dalam lemari pendingin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan koment, untuk saran saran buat admin...?